Post by AbNufa on Nov 3, 2012 14:18:31 GMT -5
Rasulullah Dihinakan Oleh ‘Pecinta Ahlu Bait’
((وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ))
"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar" (QS. At Taubah: 100)
Dewasa ini banyak sekali kalangan yang merasa bahwa seakan ilmu Allah telah dilimpahkan semuanya kepada mereka, seakan-akan tiada lagi ilmu selain yang mereka miliki, dengan mudahnya mereka menistakan kebenaran dan mencampakkannya, sebab itu tidaklah termasuk dalam bilangan ilmu mereka, dengan mudahnya lisan mereka mencabik-cabik untaian syariat islam, sedang tulisan-tulisan mereka menodai lembaran agama. Diantara mereka terdapat orang-orang yang berpura-pura sebagai seorang muslim yang paling taat serta paling benar, paling cinta kepada Rasulullah dan keluarganya, dan paling heroik dalam berjuang membelanya. Namun dibalik itu semua tersimpan segudang noda hitam di hati mereka, entah mereka lupa atau berpura-pura lupa bahwa apa yang mereka lakukan adalah penistaan kepada Allah, penghinaan kepada Rasulullah, dan penodaan terhadap agama islam.
Jauh sebelum mereka melepaskan racun-racun ini, Rasulullah telah menegur orang-orang seperti ini dalam sabdanya:
( لا تسبوا أصحابي فلو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا مابلغ مد أحدهم ولا نصيفه )
“Janganlah kalian mencela para sahabatku, kalaulah sekiranya seseorang diantara kalian berinfak dengan emas sebesar gunung uhud pun tiada pernah menyamai satu tangkupan tangan sedekah pernah, bahkan tidak pula setengahnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidakkah ingat ketika Rasulullah berdiri di Arafah pada bulan ini, bulan suci dzulhijjah. Yaitu ketika beliau berkhutbah pada haji wada’ (perpisahan), beliau memberi beberapa wasiat penting pada umatnya seakan beliau adalah orang yang segera akan meninggalkan mereka seketika itu juga, diantaranya beliau bersabda:
“Maka sesungguhnya darah kamu sekalian, harta kamu sekalian dan kehormatan kamu sekalian haram bagi kamu sekalian satu sama lain, seperti haramnya hari ini bagi kalian (hari arafah), kota ini bagi kalian (kota Makkah) dan bulan ini bagi kalian (bulan dzulhijjah). Kamu sekalian akan segera menemui Tuhan kalian dan Dia akan bertanya tentang perbuatan kalian. Jadi jangan kembali kepada kekafiran setelahku dengan saling menyerang leher satu sama lain. Ingat! agar yang hadir di sini menyampaikan (pesan ini) kepada yang tidak hadir; Sebagian orang yang menerima pesan ini lebih memahami dari yang mendengar ini”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Bukankah Rasulullah telah menetapkan kehormatan mereka para sahabat? Maka haram kehormatan mereka untuk dilanggar apalagi darah mereka untuk dihalalkan sebagai orang kafir, Dan semua kehormatan itu lebih berharga daripada kehormatan hari suci arafah, bulan suci dzulhijjah, bahkan juga kota suci Makkah.
Para pencela sahabat telah diabadikan oleh Allah di dalam alquran sebagai orang munafik. Allah berfirman dalam surat Al Maidah ayat 64-66:
“Orang-orang munafik itu takut jika diturunkan suatu surah yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah (kepada mereka), “Teruslah berolok-olok.” Sesungguhnya Allah akan mengungkapkan apa yang kamu takuti itu”
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Apakah kepada Allah, ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok!?”
“Tidaklah perlu bagi kalian untum meminta maaf, sebab sungguh kalian telah kafir setelah sebelumnya beriman.”
Adapun sebab turunnya ayat ini adalah ketika mereka duduk-duduk sembari bersenda gurau, lalu lewatlah di depan mereka para sahabat. Lantas mereka saling memperolok dengan mengatakan, “Tidakkah kalian dapati orang yang lebih banyak dusta lisannya daripada mereka!? Tidakkah kalian dapati orang yang lebih gemuk perutnya dibanding mereka!? Tidakkah pula kalian mendapati orang yang paling penakut ketika perang berkecamuk sesperti mereka!?” Semua itu Allah ingkari segera dan Allah turunkan alquran kepada Rasul-Nya menyingkap makar ‘main-main’ mereka untuk menjelaskan kekufuran mereka. Bahkan dengan tegas Allah menyebutkan, “Apakah kepada Allah, ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok!?” justru tidaklah disebut sama sekali “sahabat Rasul”, itu berarti mencela sahabat sama saja dengan mencela Allah, Rasul-Nya serta ayat-ayat-Nya.
Jikalau mencela sahabat saja Allah dan Rasul-Nya telah melarang bahkan menghukumi pelakunya sebagai orang yang murtad, lantas sifat apalagi yang pantas disematkan untuk orang-orang yang dengan mudahnya berkata, “sahabat fulan kafir, sahabat fulan munafiq, sahabat fulan pengkhianat, perampas, pembunuh, murtad, penipu, perusak agama, perubah alquran…”. Tidakkah mereka menyadari arti ucapan mereka? Tidakkah mereka mau memahami ayat alquran dan hadits Nabi? Tidakkah mereka mengerti kalau mereka hanyalah sekedar melempar fitnah dan tuduhan belaka? Tidakkah mereka menimbang ilmu dan amal mereka? Lalu sandingkanlah dengan sekian banyak keutamaan para sahabat, tentu itu lebih dari cukup untuk memastikan siapa yang lebih utama, meski seandainya Rasulullah tidak bersabda tentang perumpamaan amal para sahabat disbanding orang selain mereka.
Sesungguhnya menjatuhkan kemuliaan para sahabat Nabi adalah perbuatan yang hina lagi buruk, dalam pandangan syariat termasuk dalam perilaku kekufuran, dalam nalar akal sehat pun termasuk perkara yang mungkar. Hal itu juga berarti penentangan serta kufur terhadap ayat-ayat alquran dan hadits-hadits Nabi, padahal dalil-dalil yang menyebutkan keutamaan para sahabat secara umum maupun individu mereka secara terkhusus sangat banyak sekali. Lantas hendak dikemanakankah seluruh wahyu tersebut?
Kemudian mengapa mereka dikatakan sebagai ‘pencela Rasulullah’?
Jawabannya adalah:
1. Karena mengkafirkan ataupun mencela para sahabat berarti juga mencela dan mengkafirkan beliau, bukankah agama seseorang itu selaras dengan agama para sahabat dekatnya, jika seorang Abu Bakar adalah munafiq lagi keji lantas bagaimana pula Rasulullah hendak disifati? Jika memang beliau adalah orang baik lantas bagaimana mungkin para sahabatnya adalah orang munafik lagi berkhianat? Apakah berarti sebenarnya kalian ingin menyamakan beliau dengan mereka namun dengan cara yang halus?
2. Hal itu juga berarti mencela sifat kenabian Beliau, bukankah beliau adalah seorang Rasul yang selalu turun atasnya wahyu? Bukankah setiap perkara yang berkenaan dengan makar musuh-musuhnya telah Allah beritakan kepadanya? Bukankah beliau mengetahui semua nama-nama orang munafiq beserta makar mereka? Bahkan sahabat Hudzaifah Bin Al Yaman terkenal sebagai pemegang rahasia beliau dalam hal ini, lalu mengapa beliau tidak mengetahui para sahabatnya munafiq ataupun murtad nantinya? Apakah Allah tidak mengetahui? Ataukah Allah menyelisihi janjinya kepada beliau? Ataukah beliau mengerti namun menyembunyikan kebenaran? Bukankah seharusnya tugas beliau sebagai pengemban risalah islam untuk menjelaskan semuanya tanpa terkecuali? Bagaimana mungkin seorang Ibnu Salul tenar namanya sebagai tokoh munafik sementara Abu Bakar dan Umar luput? Padahal mereka menyebut keduanya sebagai musuh utama beliau dan seburuk-buruk makhluk.
3. Kalaulah beliau mengetahui semua itu dan tidak berniat menyembunyikan kebenaran, lantas mengapa tetap tidak terdapat penjelasan dari beliau? Apakah beliau takut? Ataukah beliau dikalahkan oleh para ‘munafik’ di sekitarnya sehingga kebenaran itu tidak sampai kepada kita? Anggaplah semuanya telah dimanipulasi oleh para sahabat, bukankah itu berarti kembali kepada poin yang kedua bahwa risalah kenabian beliau tidak sempurna? Atau juga Allah telah mengingkari janji-Nya?
Semua kata yang tertuang di atas semoga cukup bagi kita untuk memperkuat benteng keimanan kita yang coba dihantam oleh musuh-musuh islam dengan berbagai taktik dan beragam senjata, salah satunya adalah mereka ingin membuat kita menjatuhkan para sahabat Nabi demi tercapainya tujuan akhir mereka, yaitu jatuhnya alquran dan sunnah yang dibawa oleh para sahabat.
Sebagai akhir dari tulisan ini sebuah penjelasan dari Imam Abu Zur’ah Arrazi, ia berkata:
“Jika engkau melihat seseorang menjatuhkan kehormatan seorang sahabat Nabi maka ketahuilah ia adalah seorang zindiq, hal itu karena Rasulullah adalah benar, alquran juga benar, apa yang dibawa oleh beliau dengannya (assunnah) juga benar, namun semua itu disampaikan kepada kita oleh para sahabat, sedangkan mereka ingin menjatuhkan para saksi kami (periwayat quran dan sunnah), agar dapat menolak quran dan sunnah maka menjatuhkan sahabat lebih utama.”
thalibcilik@gmail.com
www.afiatherbal.blogspot.com